Apakah Filsafat Itu?
Beberapa Kesalah-pahaman
Apakah
sesungguhnya filsafat itu? Pertanyaan demikian itu telah diajukan sejak lebih
dari dua puluh abad yang silam dan hingga kini tetap dipertanyakan banyak
orang. Berbagai jawaban telah diberikan sebagai upaya untuk menjelaskan apakah
sesungguhnya filsafat itu, namun tidak pernah ada jawaban yang dapat memuaskan
semua orang. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa banyaknya jawaban yang diberikan
justru semakin mengaburkan masalah yang hendak dijelaskan. Dengan demikian,
persoalannya menjadi semakin rumit. Apakah benar demikian?
Kenyataannya
sampai sekarang ini, masih banyak orang yang mengira bahwa filsafat adalah
sesuatu yang serba rahasia, mistis, dan aneh. Ada pula yang menyangka bahwa filsafat
adalah suatu kombinasi antara astrologi, psikologi, dan teologi. Tak
mengherankan apabila di toko toko buku terkemuka sekalipun sering terlihat
penempatan buku buku filsafat dicampur baurkan begitu saja dengan buku buku
astrologi, psikologi, dan teologi.
Selain itu,
karena filsafat juga disebut sebagai mater scientiarum atau induk segala
ilmu pengetahuan, maka cukup banyak pula orang yang menganggap filsafat
sebagai ilmu yang paling istimewa, ilmu
yang menduduki tempat paling tinggi dari antara seluruh ilmu pengetabuan yang
ada. Karena itu, filsafat hanya dapat dipaharni oleh orang orang jenius.
Filsafat hanya dapat dipelajari oleh orang orang yang memiliki kernampuan
intelektual luar biasa. Sehubungan dengan anggapan itu, ada. banyak mahasiswa yang
sengaja menghindari mata pelajaran filsafat karena dianggap terlampau sukar dan
pelik.
Sebaliknya,
ada pula yang berpendapat bahwa filsafat itu tidak berharga untuk dipelajari.
Filsafat tidak lebih dari sekedar lelucon yang tak bermakna alias
"omongkosong". Apa gunanya mernpelajari filsafat yang tidak sanggup
memberi petunjuk tentang bagaimana seseorang dapat meningkatkan keuntungan bagi
perusahaannya? Apa gunanya mempelajari filsafat yang tak mampu memberi petunjuk
tentang bagaimana merancang sebuah bangunan yang bisa memikat banyak orang
sehingga laku dipasarkan? Apa gunanya mempelajari filsafat yang tidak dapat
memberi petunjuk tentang bagaimana berternak ayarn yang paling berhasil?
Singkatnya, mereka hendak mengatakan bahwa filsafat tidak memiliki kegunaan
praktis.
Ada pula yang
berpendapat bahwa filsafat hanyalah sejenis "ilmu" yang mengawang
tanpa merniliki dasar pijakan konkret yang dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah. Karena filsafat berbicara tentang apa saja, padahal suatu disiplin ilmu
hanya mengacu pada satu objek tertentu, maka filsafat tidak dapat dikatakan
sebagai suatu disiplin ilmu.
Di kalangan
para rohaniwan dan teolog, ada pula yang memperlakukan filsafat hanya sebagai ancilla
theologiae, yakni sebagai budak atau pelayan teologi. Sebagai pelayan
teologi, filsafat bertugas menformulasikan argumentasi argurnentasi yang kuat
untuk membela keyakinan dan ajaran agarna, tanpa memperdulikan apakah cara yang
ditempuh itu benar dan sahih. Bahkan, ada juga rohaniwan dan teolog yang
menuding filsafat sebagai alat iblis yang terkutuk. Karena itu, harus ditolak
oleh semua orang beriman.
Dalam
percakapan, sehari hari, acap kali kita dengar ada orang yang mengatakan,
"Falsafah saya adalah..." atau "Filsafat pengusaha yang berhasil
itu dan sebagainya. Apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan ungkapan ungkapan
tersebut? Apakah arti istilah "falsafah" atau "filsafat"
yang digunakan dalam ungkapan ungkapan tersebut di atas? Istilah
"falsafah" atau "filsafaf 'yang digunakan dengan cara itu
sesungguhnya mengacu kepada. sikap, pandangan, dan gagasan yang dipegang oleh
seseorang untuk men hadapi segala persoalan dan tantangan yang harus
diatasinya.
Ada lagi orang orang yang hendak menawarkan.
"jasa baik” dengan berupaya membedakan pernakaian istilah "falsafah"
dan. "filsafaf” dalam penggunaan praktis sehari hari, namun. malah
berakibat semakin rancu.
Ada juga yang mengatakan bahwa karena semua orang
berpikir, sesungguhnya semua orang adalah filsuf. Apakah benar setiap orang
yang berpikir itu adalah filsuf Jika benar
demikian, berarti berpikir adalah berfilsafat, dan berfilsafat adalah berpikir.
Jadi, pemikiran (sebagai hasil berpikir) adalah filsafat, dan filsafat adalah pemikiran.
Memang benar orang yang berfilsafat itu berpikir, tetapi tidak semua yang berpikir
berarti pula berfilsafat. Untuk berpikir secara filsafati, ada persyaratan
persyaratan tertentu yang harus dipenuhi.
Kesimpangsiuran pendapat dan pandangan yang telah
dikemukakan itu belum menyentuh keanekaragaman gagasan gagasan filsafati yang
acap kali ”saling bertentangan" satu sama lain. Konsep konsep filsafati
yang saling bertentangan sering pula menimbulkan pertikaian tak terdamaikan
yang membuat filsafat semakin dianggap kacau balau. Tentu saja, hal itu
menimbulkan kesan buruk terhadap filsafat. Oleh sebab itu, dapat dipahami
apabila ada orang yang berpendapat bahwa filsafat merupakan sesuatu yang tidak jelas,
kacau balau, tidak ilmiah, penuh dengan pertikaian dan perselisihan pendapat,
tidak mengenal sistern dan metode, tidak tertib, dan juga tidak terarah. Tidak
mengherankan pula jika ada yang menawarkan pemikiran untuk menertibkan filsafat
karena menganggap filsafat tidak tertib. Akan tetapi, dapat dibayangkan
bagaimanakah jadinya suatu filsafat bila ditertibkan. Tidakkah ia akan menjadi
begitu "kurus" dan sangat "kerdil" karena kehilangan ruang
gerak dan wawasan?
Pada masa kini ada sebagian orang yang mengatakan
bahwa filsafat telah berada di penghujung jalan. Filsafat telah menempuh
perjalanan yang sangat panjang dan kini harus berhenti. Pengembaraannya telah
berakhir, dan tidak ada lagi sesuatu pun yang dapat dilakukannya. Filsafat
sebagai induk segala ilmu pengetahuan telah berhasil melahirkan berbagai ilmu
pengetahuan yang kini telah mandiri. Ilmu ilmu pengetahuan alam (natural
sciences), ilmu ihnu pengetahuan sosial (social sciences), dan
seluruh disiplin ilmu lainnya satu per satu telah memisahkan diri dari filsafat
dan telah tumbuh menjadi dewasa. Filsafat selaku induk segala ilmu pengetahuan
kini telah renta dan mandul. la tak mampu dan memang tak mungkin lagi untuk
mengandung dan rnelahirkan. Karena itu, benar benar tidak berguna lagi.
Beberapa kesalah pahaman
dan kekeliruan tersebut justru menunjukkan ketidaktahuan tentang apa
sesungguhnya filsafat. Memang pengamatan sekilas terhadap keberadaan filsafat
dapat menyesatkan. Akan tetapi, apabila benar benar disimak secara lebih serius dan lebih mendalam,
filsafat akan semakin diminati, semakin menarik, semakin mernikat, dan semakin
memukau.
Pengertian dan Definisi Filsafat
Secara. etiniologis, istilah "filsafat",
yang merupakan padanan kata falsafah (bahasa Arab) dan philosophy (bahasa
Ingris), berasal dari bahasa Yunani (philosophia). Kata philosophia merupakan kata majeMuk yang
terdiri dari kata. philos dan sophia. Kata sophia berarti kekasih, bisa juga berarti sahabat.
Adapun philos berarti kebijaksanaan atau kearifan, bisa juga berarti
pengetahuan. Jadi, secara harfiah philosophia berarti yang mencintai
kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan. Oleh karena istilah philosophia telah
di Indonesiakan menjadi "filsafat", seyogyanya ajektivanya ialah
"filsafati" dan. bukan "filosofis". Apabila mengacu kepada
orangnya, kata yang tepat digunakan ialah "filsuf ' dan bukan
"filosof'. Kecuali bila digunakan kata "filosofi" dan bukan
"filsafat", maka ajektivanya yang tepat ialah "filosofis",
sedangkan yang mengacu kepada orangnya ialah kata "filosof'.
Menurut tradisi kuno, istilah philosophia
digunakan pertama kali oleh Pythagoras (sekitar abad ke 6 SM). Ketika diajukan
pertanyaan apakah ia seorang yang bijaksana, dengan rendah hati Pythagoras
menjawab bahwa ia hanyalah philosophia, yakni orang yang mencintai pengetahuan.
Akan tetapi, kebenaran kisah itu sangat diragukan karena pribadi dan kegiatan
Pythagoras telah bercampur dengan berbagai legenda; bahkan, tahun kelahiran
dan. kematiannya pun tak diketahui dengan pasti. Yang jelas, pada masa Sokrates
dan Plato, istilah philosophia sudah cukup populer.
Untuk memahami apa sebenarnya filsafat itu, tentu
saja tidak cukup hanya mengetahui asal usul dan arti istilah yang di gunakan,
melainkan juga harus memperhatikan konsep dan definisi yang diberikan oleh para
filsuf menurut pemahaman mereka masing masing. Akan tetapi, perlu pula
dikatakan bahwa konsep dan definisi yang diberikan oleh para filsuf itu tidak
sama. Bahkan, dapat dikatakan bahwa setiap filsuf memiliki konsep dan membuat
definisi yang berbeda dengan filsuf lainnya. Karena itu, ada yang mengatakan
bahwajumlah konsep dan definisi filsafat adalah sebanyakjumlah filsuf itu
sendiri.
Berikut ini, akan diketengahkan beberapa konsep
dan definisi yang kiranya memadai untuk memberi gambaran lebih jelas tentang
apakah filsafat itu.
Para filsuf pra Sokratik mempertanyakan tentang awal atau asal mula alam dan berusaha
menjawabnya dengan menggunakan logos atau rasio tanpa meminta bantuan mythos
atau mitos. Oleh sebab itu, bagi mereka, filsafat adalah ilmu. yang berupaya
untuk memahami hakikat alarn dan realitas ada dengan mengandalkan akal budi.
Plato memiliki
berbagai gagasan tentang filsafat. Antara lain, Plato pernah mengatakan bahwa
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan
murni. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa filsafat adalah penyelidikan
tentang sebab sebab dan asas asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang
ada.
Aristoteles
(murid Plato) juga memiliki beberapa gagasan mengenai filsafat. Antara lain, ia
mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya
mencari prinsip prinsip dan penyebab penyebab dari realitas ada. la pun
mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari
"peri ada selaku peri ada" (being
as being) atau peri ada sebagaimana adanya" (being as such).
Rene
Descartes, filsuf Prancis yang termasyhur dengan argumen je pense, donc je suis,
atau dalam bahasa Latin cogito ergo sum
("aku berpikir maka Aku ada"), mengatakan bahwa filsafat adalah
himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai
Tuhan, alam, dan manusia.
Bagi William
James, filsuf Amerika yang terkenal sebagai tokoh pragmatisme dan pluralisme,
filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan
terang. R.F. Beerling, yang pernah menjadi guru besar filsafat di Universitas
Indonesia, dalam bukunya Filsafat Dewasa Ini mengatakan bahwa filsafat
"memajukan pertanyaan tentang kenyataan seluruhnya atau tentang hakikat,
asas, prinsip dari kenyataan" Beerling juga mengatakan bahwa filsafat
adalah suatu usaha untuk mencapai radix, atau akar kenyataan dunia wujud uga
akar pengetahuan tentang diri sendiri.
Konsep atau
gagasan dan definisi filsafat yang begitu banyak tidak perlu membingungkan,
bahkan sebaliknya justru menunjukkan betapa luasnya samudera filsafat itu
sehingga tidak terbatasi oleh sejumlah batasan yang akan mempersempit ruang
gerak filsafat. Perbedaan perbedaan itu sendiri merupakan suatu keharusan bagi
filsafat sebab kesamaan dan kesatuan pemikiran serta pandangan justru akan mematikan
dan menguburkan filsafat untuk selama lamanya.
FELSAFAT,
ILMU FILSAFAT, DAN ILMU PENGETAHUAN
Untuk
menghindarkan kerancuan dalam pemahaman kita tentang apa dan bagaimana filsafat
itu, perlu terlebih dahulu dibedakan antara fidsafat dan i1mu filsafat.
Pengertian
kita tentang filsafat yang kita pergunakan dalam percakapan sehari hari,
cenderung untuk diberi arti sebagai asas atau suatu pendirian yang mengandung
prinsip prinsip yang kebenarannya telah kita yakini dan kita terima, sedemikian
rupa sehingga asas atau pendirian tadi kita pergunakan sebagai dasar dan arah
kehidupan kita atau masyarakat, untuk menjawab masalah masalah fundamental yang
tidak dapat begitu saja diselesaikan secara teknis. Dengan demikian filsafat
mendapatkan konotasinya sebagai pandangan hidup, sehingga muncul apa yang
sering kita dengar dengan kata kata filsafat seorang Ilmuwan, filsafat seorang
pedagang, filsafat seorang pendidik, filsafat seorang seniman, dan lain
sebagainya.
Dalam pada itu
filsafat sebagai ilmu, atau i1mu filsafat tidaklah berbeda dengan (cabang
cabang) ilmu pengetahuan yang lain. Seperti halnya dengan ilmu pengetahuan yang
lain, ilmu filsafat memiliki unsur unsur:
1.
Gegenstand, yaitu suatu objek sasaran untuk
diteliti dan diketahui menuju suatu pengetahuan, kenyataan atau kebenaran.
2.
Gegenstand, tadi terus menerus dipertanyakan
tanpa mengenal titik henti.
3.
Ada alasan atau motif tertentu, dan dengan cara
tertentu, pula mengapa Gegenstand tadi terus menerus dipertanyakan.
4.
Rangkaian jawaban yang diketemukan kemudian
disusun kembali kedalam satu kesatuan sistem.
Di samping kesamaannya, ilmu
filsafat sudah barang tentu mempunyai perbedaan atau ciri khasnya tersendiri,
terutama terletak pada objek formalnya.
Ilmu filsafat
mempertanyakan. hakikat (substansi) atau "apanya" objek sasaran yang
dihadapinya dengan menempatkan. objek itu pada kedudukannya secara utuh atau
totalitasnya; sedang ilmu ilmu cabang hanya melihat pada sesuatu sisi atau
dimensi saja. Ilmu filsafat dalam menghadapi objek material manusia, maka yang
ingin dicari yalah apa hakikat manusia itu, apa makna kehadirannya serta tujuan
hidup baik dalam arti imanen maupun transenden. Dengan melihat objek material
manusia hanya pada satu sisi atau dimensi saja, ilmu ilmu cabang tumbuh menjadi
ilmu sosiologi, antropologi, hukum, ekonorni, politik, psikologi dan lain
sebagainya.
Demikian pula
dengan menempatkan objek material alam semesta, maka ilmu filsafat
mempertanyakan. alam semesta dari sudut apanya (ontologik), dan bagi ilmu ilmu
cabang melihatnya dari sudut dimensi tertentu dengan melahirkan klimatologi,
geodesi, fisika, kimia, astronomi~ mekanika dan lain sebagainya.
Yang jelas,
kenyataan telah menunjukkan bahwa setiap cabang ilmu, apabila dalam
perkembangannya telah sampai pada spekulasi spekulasi ataupun teori teori yang
paling dasar, mau tidak mau cabang ilmu tadi harus kembali memasuki kawasan
ilmu filsafat, sebagaimana tejadi pada ilmu hukum dengan filsafat hukumnya, i1mu
pendidikan, biologi, matematika, sejarah, da~n lain sebagainya.
Bahkan dalam
perkembangan akhir akhir ini di kalangan berbagai perguruan tinggi atau program
studi timbul kebutuhan untuk mengembangkan filsafat Ilmu (Philosophy of
Science), yang oleh sementara pakar disebut ilmu tentang ilmu, sebagai akibat
adanya implikasi implikasi baik positif maupun negatif perkembangan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan umat manusia itu sendiri.
MASALAH MASALAH FUNDAMENTAL DALAM FILSAFAT
Tidak dapat
diungkiri bahwa filsafat sebagai ilmu pengetahuan. telah dirintis oleh orang
orang Yunani Kuno, semenjak abad VI SK dan sekaligus mereka pulalah yang telah
meletakkan. dasar dasar bagi tradisi pemikiran intelektual. ala Barat.
Bahwa
kelahiran filsafat Yunani kuno fidak dirintis oleh dunia Timur sudah ditegaskan
oleh Diogenes Laertios pada tahun 200 yang kemudian penegasan. itu diperkuat
oleh penelitian sebagaimana dilakukan. oleh Eduard Zeller dalam. karyanya
Grundriss der Geschischte der Grieschischen Philosophie. Apa yang datang dari
dunia Timur adalah pengetahuan pengetahuan. praksis seperti astronomi, matesis,
pengobatan, dan lain sebagainya (Driyarkara & Busch, 1957).
Melalui mimbar akademis kelahiran
dan perkembangan ilmu filsafat Barat diuraikan secara bertahap (Storig, 1970),
yaitu Tahap Yunani Kuno (abad VI SM VI
M), Zaman pertengahan (abad VI_)CIV), melalui Renaissance (abad XV) dan
Aufklaerung (abad XVIII), hingga zaman modem termasuk filsafat kontemporer
(abad XIX XX).
Masing masing
tahap memilild ciri dan. sifatnya sendiri, dan dalam perkembangan yang telah
berlangsung selama 26 abad itu, Ilu filsafat dihadapkan pada masalah
"abadi" yang tidak pemah terselesaikan dalam arti masing masing fihak
akan memberikan jawabannya atas dasar pilihan keyakinannya sendiri sendiri,
yang disana sini tidak sama, berbeda, bahkan saling bertentangan, yang muncul
dalam setiap tahap atau pun kurun waktu. Masalah "abadi" yang
dimaksud antara lain adalah:
1.
Bidang ontologi yang mempermasalahkan:
1)
Apakah hakikat (yang) "ada" (being,
sein).
2)
Apakah (yang) "ada" itu sesuatu yang
tetap, abadi, atau terus menerus berubah.
3)
Apakah (yang) "ada" itu sesuatu yang
abstrak universal atau yang konkret
individual.
2.
Bidang epistemologi yang mempermasalahkan:
1) Apakah sarananya dan bagaimanakah caranya untuk
mempergunakan sarana itu guna mencapai pengetahuan, kebenaran, atau kenyataan.
2) Apakah tolok ukur bagi sesuatu yang
dinyatakan sebagai yang benar dan yang nyata yang terus menerus dicari oleh
ilmu pengetahuan.
3. Bidang
antropologi yang mempermasalahkan:
1) Apa dan siapa manusia itu.
2) Bagaimana hubungan jiwa dan raga.
3) Apa makna dan tujuan li~idup ini dan
nilai nilai mana yang secara imperatif harus dipatuhi.
Dalam sejarah
filsafat telah terbukti bahwa manusia sampai pada suatu batas di mana akal dan
pengalman tidak lagi mampu menunjukkan jabawan mana yang paling benar dalam
menghadapi masalah masalah fundamental tadi. Masing masing menjatuhkan suatu
pilihan yang dirasakan paling sesuai dengan hati nuraninya, yang manifestasinya
muncul sebagai aliran aliran dalam ilmu filsafat yang satu sama lain berbeda
atau pun bertentangan.
Aliran aliran
yang dimaksud , dapat disebut antara lain: idealisme/spiritualisme, materialisme,
dualisme, pluralisme (dalam bidang ontologi); rasionalisme, empirisme,
kritisisme agnostisisme, fenomenologi,. (dalam bidang epistemologi); monisme,
dualisme, eksistensialisme, determinisme atau incleterminisme (dalam bidang
antropologi).
Sejalan dengan
perkembangan pemikiran manusia dapat dipastikan bahwa lahirnya aliran aliran
baru, cabang cabang baru dalam i1mu filsafat akan terus berlangsung. Sejarah
memang telah membuktikan bahwa tiap zaman, tiap, kurun waktu memiliki pandangan
filsafatnya sendiri sendiri.
Atas dasar itu
pula dapat difahami mengapa ilmu filsafat diberi batasan atau definisi secara
berbeda beda di mana tiap orang, tiap filsuf memberikan definisinya sendiri
sendiri (Beekman 1973).
Dengan
mengenyampingkan berbagai perbeclaan unsur dalain pemberian definisi, namun
dapat disimpulkan bahwa ilmu filsafat adalah i1mu yang menunjukkan bagaimana
upaya manusia yang tidak pernah menyerah untuk menentukan kebenaran atau
kenyataan, secara kritis, mendasar dan integral. Karena itu dalam berfilsafat,
proses yang dilalui adalah refleksi, kontemplasi, abstraksi, dialog, evaluasi,
menuju suatu sintesis.
Ilmu filsafat
tidak lagi hanya berada pada tataran abstrak universal dan tekstual , i1mu
filsafat masa kini juga harus turun ke dataran kontekstual, partisipatif, dan
emansipatolis. Filsafat disebut sebagai Ilmu K Titis (Magnis Suseno, 1992), dan
didorong untuk ikut berperan sebagai
dasar dan arah dalam. penvelesaian masalah masalah fundamental di bidang sosial.
ideologi, politik, ekonomi, serta pendidik an sebacrai humanisasi (Sonny Keraf
Mikhael. Dua. 2001; Sastrapratedia, 2001a).
Kontekstuahsasi
filsafat dengan kondisi aktual yang sedang kiata alami dewasa ini menjadi semakin dirasakan
urgensinya, seirin g dengan perkembangan masyarakat yang sedang mengalami
dekadensi dalam berbagai bidang, kehidupan semacam apa vang pernah dilukiskan
oleh Mohandas K. Gandhi vaitu "politics without principle, wealth without
work, commerce without morality, pleasure without conscience, education without
character, science without humanitv, and worship without sacrifice."
(Sastrapratedja.. 2001b).
KESIMPULAN
SEBAGAI WASANA KATA
Melalui
pemaparan secara singkat ini kiranya beberapa kesimpulan yang dapat kata ambil
adalah sebacai berikut.
- Filsafat adalah suatu upaya manusia, suatu "pengembaraan intelektual" yang tidak pemah mengenal titik akhir dalam mencari dan menemukan kebenaran atau kenvataan. Kebenaran atau kenyataan itu sendiii bukanlah barang jadi yang sudah selesai, "mandheg," dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan sesuatu. Yang terbuka.
- Kelahiran dan perkembangan filsafat yang telah berlangsung semenjak jaman Yunani Kuno, Abad Pertengahan melalui Renaisance dan Aufklaerung hinga. di jaman modemkon temporer sekarang ini dapat kita jadikan metode berfikir, atau "mitra dialog" yang selalu hadir di dalam kita menggali dan menerapkan ilmu.
maksih atas infonya, jangan lupa singgah di blog saya ya..duniapendidikan33.blogspot.com
ReplyDelete